BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Ma’ani
Istilah ma’ani
merupakan bentuk jamak dari ma’na. secara leksikal kata tersebut berarti
maksud, arti atau makna. Para ahli ilmu Bayan mendefinisikannya sebagai
pengungkapan mealui ucapan tentang suatu yang ada dalam fikiran atau disebut
juga sebagai gambaran dari pikiran. Sedangkan menurut istilah Ilmu Ma’ani
adalah sebagai berikut:
علم يعرف به أحوال اللفظ العربى التي بها يطابق مقتضى الحال
“ilmu untuk mengetahui hal ihwal lafadz bahasa
Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi”.
Adapun yang
dimaksud dengan hal ihwal lafazh bahasa Arab adalah model-model susunan kalimat
dalam bahasa Arab, seperti penggunaan taqdim atau ta’khir, penggunaan ma’rifat
atau nakirah, disebut (dzikr) atau dibuang (hadzf), dan sebagainya. Sedangkan
yang dimaksud dengan situasi dan kondisi adalah situasi dan kondisi mukhathab,
seperti keadaan kosong dari informasi itu, atau ragu-ragu, atau malah
mengingkari informasi tersebut. Ilmu Ma’ani pertama kali dikembangan oleh Abd
al-Qahir al-Jurzani.
B.
kalâm khabar dan kalam insya’
a.
Kalâm khabar
kalâm
khabar adalah pembicaraan yang mengandung
kemungkinan benar atau bohong semata-mata
dilihat dari pembicaraannya itu sendiri. Sedang fungsi kalâm khabar adalah:
1)
Pada
jumlah fi’liyah, kalâm khabar berfungsi al-tajaddud wa
al-huduts, yaitu menunjukkan pekerjaan yang berubah-ubah sesuai dengan
waktunya (madly, haal, dan istiqbaal) tanpa disertai sebab yang
mempengaruhinya seperti perkataan:
أشرقت
الشمس
“matahari telah bersinar”.
2)
Pada
jumlah ismiyah, kalâm khabar berfungsi al-tsubut wa al-dawam,
yaitu menunjukkan pengertian yang kekal dan tetap. Seperti perkataan:
الشمس مضيئة
“matahari
adalah sesuatu yang bersinar”.
Perkataan itu memberikan pengertian bahwa menyinari hanya terdapat secara kekal
pada matahari.
Namun terkadang berfungsi : istimrar wa
al-dawam, jika khabar-nya tidak terdiri dari fi’il mudlori’. seperti
firman Allah:[1]
وإنك لعلى خلق عظيم
“dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung”. (Q.S. 64:4)
Maksud
dan tujuan kalâm khabar adalah :
1)
Faidah
al-khabar, yaitu menyampaikan pengetahuan
kepada mukhatab dengan berita yang terkandung suatu kalimat, jika
ternyata mukhatab belum mengetahuinya, seperti perkataan:
الدين النصيحة
“agama adalah nasihat”.
2)
Lazimah
al-faidah, yaitu memberitahukan kepada mukhatab
bahwa mutakallim juga telah
mengetahui berita yang disampaikan. Seperti perkataan:
أنت حضرت أمس
“engkau datang kemarin”. Dalam hal itu, mutakallim telah mengetahui kedatangannya.
b.
Cara-cara menyampaikan kalâm khabar
Pada dasarnya tujuan setiap kalimat adalah
menjelaskan maksud pembicara (mutakallim) kepada lawan bicara (mukhatab).
Karenanya mutakallim harus mengetahui keadaan mukhatab-nya,
dengan cara mengemukakan berita secukupnya, tidak terlalu panjang dan tidak
terlalu pendek, namun harus sesuai dengan tujuannya, jika tidak demikian, akan
terjadi penyimpangan dan timbulnya sesuatu yang tidak berguna. Oleh karenanya,
bentuk setiap kalâm khabar yang satu dengan lainnya akan berbeda sesuai
dengan keadaan mukhatab-nya, yang dalam hal ini ada tiga macam, yaitu:
a)
Jika
mukhatab tidak ragu dan tidak mengingkari isi berita (khali
al-dzihn), khabar tidak menggunakan alat taukid. Kalam khabar
demikian disebut dengan ibtida’i. seperti:
أخوك قادم
b)
Jika
mukhatab-nya ragu, namun ingin sekali mengetahui hakikat berita itu, khabar
sebaiknya memakai alat taukid. Kalâm khabar itu disebut dengan thalabi.
Seperti:
إن أخاك قادم
c)
Jika
mukhatab-nya mengingkari isi berita, harus memakai satu alat taukid atau
lebih sesuai dengan keingkarannya. Kalâm khabar itu, disebut dengan inkari.
Seperti:[2]
إن أخاك قادم أو والله إنه لقادم
c.
Kalam insya’
1)
Pengertian kalam insya’
Kata
‘ ﺇﻧﺸﺎﺀ
‘ merupakan bentuk mashdar dari kata ‘ ﺃﻧﺸﺄ ‘. Secara leksikal
kata tersebut bermakna membangun, memulai, kreasi, asli, menulis, dan menyusun. Insyâi sebagai kebalikan
dari khabari merupakan bentuk kalimat yang setelah kalimat tersebut dituturkan kita tidak bisa
menilai benar atau dusta. Hal ini berbeda dengan sifat kalâm khabari yang bisa
dinilai benar atau dusta. Dalam terminologi ilmu ma’âni kalâm insyâ’I adalah,
ﻣﺎﻻ ﻳﺤﺘﻤﻞ ﺍﻟﺼﺪﻕ ﻭﺍﻟﻜﺬﺏ
Kalâm
insyâi adalah suatu kalimat yang tidak bisa disebut benar atau dusta Jika seorang mutakallim mengucapkan suatu kalâm insyâi, mukhâthab tidak bisa menilai bahwa ucapan mutakallim itu benar atau dusta.
Jika
seorang berkata ‘ﺇﺳﻤﻊ Artinya dengarkanlah, kita tidak bisa mengatakan bahwa ucapannya
itu benar atau dusta. Setelah kalâm tersebut diucapkan yang mesti kita lakukan adalah menyimak
ucapannya.
2)
Macam-macam kalam insya’
Kalam insya’ terbagi
menjadi dua macam, yaitu:
a.
Insya’ thalabi, yaitu insya’ yang menghendaki tuntutan (mathlub)
yang tidak tercapai ketika terjadi tuntutan itu sendiri.
Diantara
macam-macam insya’thalabi yaitu:
a)
Amr. Yaitu menghendaki perbuatan dari tingkatan yang lebih tinggi (mutakallim) kepada yang lebih rendah (mukhatab),
dengan menggunakan empat bentuk,
yaitu:
·
Fi’il
amr, seperti :
خذ الكتاب بقوة
“ambillah al-kitab
(taurat) itu dengansungguh-sungguh.” (QS,19:12)
·
Fi’il
amr yang disertai lam amr, seperti:
لينفق ذوسعة من سعته
“hendaklah orang yang
mampu member nafkah menurut kemampuannya”. (QS.65:7)
·
Ism
fi’il amr, seperti:
حي على الصلاة
“mari mendirikan shalat”
وبالوالدين
إحسانا
“dan berbuat baiklah
kepada ibu bapak”. (QS.2:83)
b)
Nahy, yaitu menghendaki tercegahnya perbuatan dari tingkatan yang lebih
tinggi (mutakallim) kepada yang lebih rendah (mukhathab), dengan
menggunakan bentuk fi’il mudlari’ yang ditambah la nahy.
c)
Istifham, yaitu menghendaki pengetahuan tentang sesuatu yang belum
diketahui dengan menggunakan huruf hamzah, kata hal, man, mata, ayyana,
kayfa, ayna, anna, kam, ayyun, dll.
d)
Tamanni, yaitu menghendaki sesuatu yang dicintai yang tidak mungkin
tercapai, karena mustahil atau jauh kemungkinannya.
e)
Nida’ (panggilan), yaitu menghendaki kedatangan (memanggil) mukhathab
dengan menggunakan huruf-huruf nida’ sebagai pengganti dari kata ad’u
atau unadi: saya memanggil”. Huruf-huruf yang dipakai adalah hamzah,
aiy (untuk panggilan dekat), ya, aa, aya, haya dan wa (untuk
panggilan jauh).
Hamzah dan aiy
terkadang untuk panggilan yang jauh, sehingga seakan-akan yang dipanggil ada di
hati orang yang memanggil, seperti syair:
سكان قلبي ريع
في بانكم ٭ تيقنوا راك الا نعمان أسكان
“wahai penduduk
Nu’man al-arak, yakinlah bahwa kalian semua ada si kampong (lubuk) hatiku”.
Antara penyair dan penduduk Nu’man al-Arak saling berjauhan, namun
karena merindukan sekali seakan-akan ada dihatinya. Dan terkadang juga,
huruf-huruf munada untuk jauh dipakai untuk munada dekat. Hal itu
sebagai tanda tingginya derajat orang yang dipanggil, rendah derajatnya, dan
lalai pendengarannya.[4]
b.
Insya’ ghoiru thalabi,
yaitu kalimat yang didalamnya tidak menghendaki suatu permintaan. Insya’
ghairu thalaby bisa berbentuk, al-Madh wa al-Dzam,Shiyâgh al-‘Uqûd, al-Qasam
dan al-Ta’ajjub wa al-Raja’. Contoh:[5]
1)
al-Madh
wa al-Dzam, menggunakan
kata ni’ma,
bi`sa dan habbadza, contoh:
نعم الكريم
حائم…. وبئس البخيل مادر
2)
Shiyaghu
al-‘Uqûd. kebanyakan menggunakan shîghah
fi’il madhi, contoh:
بعتك هذا
ووهبتك ذاك
3)
al-Qasam, menggunakan wawu, ba’, ta’ dan lain sebagainya,
contoh:
لعمرك ما
فعلت كذا
4)
al-Ta’ajjub,
biasanya berisi dua pernyataan yang berkebalikan, contoh:
كيف تكفرون
بالله وكنتم أمواتا فأحياكم (البقرة 28(
عسى الله
أن يأتي بالفتح
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demikianlah yang dapat kami paparkan
mengenai kalam khobar dan insya’, atas berbagai kekurangan dalam makalah ini
kami mohon kiranya sidang pembaca dapat memberikan kritik dan yang membangun.
Adapun kesimpulan tentang pembahasan Ilmu
Ma’ani ini yaitu:
Ma’ani merupakan bentuk jamak dari ma’na. Secara leksikal kata tersebut berarti maksud, arti atau makna. Para ahli
ilmu Bayan mendefinisikannya sebagai pengungkapan melalui ucapan tentang
sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga sebagai gambaran dari pikiran.
Sedangkan menurut istilah Ilmu Ma’ani
adalah sebagai berikut.
علم يعرف به أحوال اللفظ العربى التي بها يطابق مقتضى الحال
"Ilmu untuk mengetahui hal-ihwal lafazh bahasa Arab yang sesuai
dengan tuntutan situasi dan kondisi."
Secara umum seperti itulah Ilmu Ma’ani. Masih
banyak pembahasn tentang ilmu ini baik dari segi objek kajiannya dan
sebagainya. Untuk itu, kami hanya menjelasakan secara umum saja mengenai Ilmu Ma’ani
ini, dari segi pengertian, bagian-bagiannya, dan beberapa contoh yang tidak
jauh berbeda dengan Ilmu Balaghah dan cabang ilmu lainnya (Ilmu Bayan dan Ilmu
Badi’).
[1]
Khamim, Ahmad Subakir. Ilmu Balaghah, Kediri : STAIN Kediri Press. 2009.
Hlm 16-17.
[2]
Khamim, Ahmad Subakir. Ilmu Balaghah, Kediri : STAIN Kediri Press. 2009.
Hlm 17-20.
[3]
Khamim, Ahmad Subakir. Ilmu Balaghah, Kediri : STAIN Kediri Press. 2009.
Hlm 20-22.
[4]
Khamim, Ahmad Subakir. Ilmu Balaghah, Kediri : STAIN Kediri Press. 2009.
Hlm 22-27.
[6]
Khamim, Ahmad Subakir. Ilmu Balaghah, Kediri : STAIN Kediri Press. 2009.
Hlm 27-28.
0 comments:
Post a Comment