Thursday, December 6, 2018

Ilmu Ma'ani : kalam Khobar & Kalam insya'






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ilmu Ma’ani
            Istilah ma’ani merupakan bentuk jamak dari ma’na. secara leksikal kata tersebut berarti maksud, arti atau makna. Para ahli ilmu Bayan mendefinisikannya sebagai pengungkapan mealui ucapan tentang suatu yang ada dalam fikiran atau disebut juga sebagai gambaran dari pikiran. Sedangkan menurut istilah Ilmu Ma’ani adalah sebagai berikut:
علم يعرف به أحوال اللفظ العربى التي بها يطابق مقتضى الحال
“ilmu untuk mengetahui hal ihwal lafadz bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi”.
            Adapun yang dimaksud dengan hal ihwal lafazh bahasa Arab adalah model-model susunan kalimat dalam bahasa Arab, seperti penggunaan taqdim atau ta’khir, penggunaan ma’rifat atau nakirah, disebut (dzikr) atau dibuang (hadzf), dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi dan kondisi adalah situasi dan kondisi mukhathab, seperti keadaan kosong dari informasi itu, atau ragu-ragu, atau malah mengingkari informasi tersebut. Ilmu Ma’ani pertama kali dikembangan oleh Abd al-Qahir al-Jurzani.

B.     kalâm khabar dan kalam insya’
a.     Kalâm khabar
kalâm khabar adalah pembicaraan yang mengandung kemungkinan benar atau bohong semata-mata dilihat dari pembicaraannya itu sendiri. Sedang fungsi kalâm khabar adalah:
1)        Pada jumlah fi’liyah, kalâm khabar berfungsi al-tajaddud wa al-huduts, yaitu menunjukkan pekerjaan yang berubah-ubah sesuai dengan waktunya (madly, haal, dan istiqbaal) tanpa disertai sebab yang mempengaruhinya seperti perkataan:
أشرقت الشمس
“matahari telah bersinar”.
2)        Pada jumlah ismiyah, kalâm khabar berfungsi al-tsubut wa al-dawam, yaitu menunjukkan pengertian yang kekal dan tetap. Seperti perkataan:
الشمس مضيئة
“matahari adalah sesuatu yang bersinar”. Perkataan itu memberikan pengertian bahwa menyinari hanya terdapat secara kekal pada matahari.

 Namun terkadang berfungsi : istimrar wa al-dawam, jika khabar-nya tidak terdiri dari fi’il mudlori’. seperti firman Allah:[1]
وإنك لعلى خلق عظيم
“dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Q.S. 64:4)

Maksud dan tujuan kalâm khabar adalah :
1)   Faidah al-khabar, yaitu menyampaikan pengetahuan kepada mukhatab dengan berita yang terkandung suatu kalimat, jika ternyata mukhatab belum mengetahuinya, seperti perkataan:
      الدين النصيحة
“agama adalah nasihat”.
2)   Lazimah al-faidah, yaitu memberitahukan kepada mukhatab bahwa    mutakallim juga telah mengetahui berita yang disampaikan. Seperti perkataan: 
     أنت حضرت أمس
“engkau datang kemarin”. Dalam hal itu, mutakallim telah mengetahui kedatangannya.

b.   Cara-cara menyampaikan kalâm khabar
     Pada dasarnya tujuan setiap kalimat adalah menjelaskan maksud pembicara (mutakallim) kepada lawan bicara (mukhatab). Karenanya mutakallim harus mengetahui keadaan mukhatab-nya, dengan cara mengemukakan berita secukupnya, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek, namun harus sesuai dengan tujuannya, jika tidak demikian, akan terjadi penyimpangan dan timbulnya sesuatu yang tidak berguna. Oleh karenanya, bentuk setiap kalâm khabar yang satu dengan lainnya akan berbeda sesuai dengan keadaan mukhatab-nya, yang dalam hal ini ada tiga macam, yaitu:
a)      Jika mukhatab tidak ragu dan tidak mengingkari isi berita (khali al-dzihn), khabar tidak menggunakan alat taukid. Kalam khabar demikian disebut dengan ibtida’i. seperti:
 أخوك قادم
b)      Jika mukhatab-nya ragu, namun ingin sekali mengetahui hakikat berita itu, khabar sebaiknya memakai alat taukid. Kalâm khabar itu disebut dengan thalabi. Seperti:
إن أخاك قادم
c)      Jika mukhatab-nya mengingkari isi berita, harus memakai satu alat taukid atau lebih sesuai dengan keingkarannya. Kalâm khabar itu, disebut dengan inkari. Seperti:[2]
إن أخاك قادم أو والله إنه لقادم

c.     Kalam insya’
1)        Pengertian kalam insya’
                        Kata ‘ ﺇﻧﺸﺎﺀ ‘ merupakan bentuk mashdar dari kata ‘ ﺃﻧﺸﺄ ‘. Secara     leksikal kata tersebut bermakna membangun, memulai, kreasi, asli, menulis,           dan menyusun. Insyâi sebagai kebalikan dari khabari merupakan bentuk kalimat yang setelah kalimat        tersebut dituturkan kita tidak bisa menilai benar atau dusta. Hal ini berbeda dengan sifat kalâm khabari yang bisa dinilai benar atau dusta. Dalam terminologi ilmu ma’âni kalâm insyâ’I adalah,
ﻣﺎﻻ ﻳﺤﺘﻤﻞ ﺍﻟﺼﺪﻕ ﻭﺍﻟﻜﺬﺏ               
            Kalâm insyâi adalah suatu kalimat yang tidak bisa disebut benar atau dusta            Jika seorang     mutakallim mengucapkan suatu kalâm insyâi, mukhâthab tidak   bisa menilai bahwa      ucapan mutakallim itu benar atau dusta.
            Jika seorang berkata ‘ﺇﺳﻤﻊ Artinya dengarkanlah, kita tidak bisa mengatakan           bahwa ucapannya itu benar atau dusta. Setelah kalâm tersebut diucapkan yang      mesti kita lakukan adalah menyimak ucapannya.      

2)      Macam-macam kalam insya’
Kalam insya’ terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a.    Insya’ thalabi, yaitu insya’ yang menghendaki tuntutan (mathlub) yang tidak tercapai ketika terjadi tuntutan itu sendiri.
Diantara macam-macam insya’thalabi yaitu:
a)    Amr. Yaitu menghendaki perbuatan dari tingkatan yang lebih tinggi   (mutakallim) kepada yang lebih rendah (mukhatab), dengan menggunakan        empat bentuk, yaitu:
·      Fi’il amr, seperti :
خذ الكتاب بقوة
  “ambillah al-kitab (taurat) itu dengansungguh-sungguh.” (QS,19:12)
·      Fi’il amr yang disertai lam amr, seperti:
  لينفق ذوسعة من سعته
  “hendaklah orang yang mampu member nafkah menurut kemampuannya”.          (QS.65:7)
·      Ism fi’il amr, seperti:
حي على الصلاة
  “mari mendirikan shalat”
·      Mashdar pengganti dari fi’il amr, seperti:[3]
وبالوالدين إحسانا
  “dan berbuat baiklah kepada ibu bapak”. (QS.2:83)
b)      Nahy, yaitu menghendaki tercegahnya perbuatan dari tingkatan yang lebih tinggi (mutakallim) kepada yang lebih rendah (mukhathab), dengan menggunakan bentuk fi’il mudlari’ yang ditambah la nahy.
c)      Istifham, yaitu menghendaki pengetahuan tentang sesuatu yang belum diketahui dengan menggunakan huruf hamzah, kata hal, man, mata, ayyana, kayfa, ayna, anna, kam, ayyun, dll.
d)     Tamanni, yaitu menghendaki sesuatu yang dicintai yang tidak mungkin tercapai, karena mustahil atau jauh kemungkinannya.
e)      Nida’ (panggilan), yaitu menghendaki kedatangan (memanggil) mukhathab dengan menggunakan huruf-huruf nida’ sebagai pengganti dari kata ad’u atau unadi: saya memanggil”. Huruf-huruf yang dipakai adalah hamzah, aiy (untuk panggilan dekat), ya, aa, aya, haya dan wa (untuk panggilan jauh).
Hamzah dan aiy terkadang untuk panggilan yang jauh, sehingga seakan-akan yang dipanggil ada di hati orang yang memanggil, seperti syair:
سكان قلبي ريع في بانكم  ٭  تيقنوا راك الا نعمان أسكان
“wahai penduduk Nu’man al-arak, yakinlah bahwa kalian semua ada si kampong (lubuk) hatiku”.
Antara penyair dan penduduk Nu’man al-Arak saling berjauhan, namun karena merindukan sekali seakan-akan ada dihatinya. Dan terkadang juga, huruf-huruf munada untuk jauh dipakai untuk munada dekat. Hal itu sebagai tanda tingginya derajat orang yang dipanggil, rendah derajatnya, dan lalai pendengarannya.[4]    

b.      Insya’ ghoiru thalabi, yaitu kalimat yang didalamnya tidak menghendaki suatu permintaan. Insya’ ghairu thalaby bisa berbentuk, al-Madh wa al-Dzam,Shiyâgh al-‘Uqûd, al-Qasam dan al-Ta’ajjub wa al-Raja’. Contoh:[5]
1)   al-Madh wa al-Dzam, menggunakan kata ni’ma, bi`sa dan habbadza, contoh:
نعم الكريم حائم….  وبئس البخيل مادر
2)   Shiyaghu al-‘Uqûd. kebanyakan menggunakan shîghah fi’il madhi, contoh:
بعتك هذا ووهبتك ذاك
3)   al-Qasam, menggunakan wawu, ba’, ta’ dan lain sebagainya, contoh:
لعمرك ما فعلت كذا
4)   al-Ta’ajjub, biasanya berisi dua pernyataan yang berkebalikan, contoh:
كيف تكفرون بالله وكنتم أمواتا فأحياكم (البقرة 28(
5)   al-Raja’, biasanya menggunakan, ‘asâ, hariyyu (la’alla) dan ikhlaulaqa, contoh:[6]
عسى الله أن يأتي بالفتح



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
     Demikianlah yang dapat kami paparkan mengenai kalam khobar dan insya’, atas berbagai kekurangan dalam makalah ini kami mohon kiranya sidang pembaca dapat memberikan kritik dan yang membangun.
            Adapun kesimpulan tentang pembahasan Ilmu Ma’ani ini yaitu:
Ma’ani merupakan bentuk jamak dari ma’na. Secara leksikal kata tersebut berarti maksud, arti atau makna. Para ahli ilmu Bayan mendefinisikannya sebagai pengungkapan melalui ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga sebagai gambaran dari pikiran.
 Sedangkan menurut istilah Ilmu Ma’ani adalah sebagai berikut.
علم يعرف به أحوال اللفظ العربى التي بها يطابق مقتضى الحال
"Ilmu untuk mengetahui hal-ihwal lafazh bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi."
            Secara umum seperti itulah Ilmu Ma’ani. Masih banyak pembahasn tentang ilmu ini baik dari segi objek kajiannya dan sebagainya. Untuk itu, kami hanya menjelasakan secara umum saja mengenai Ilmu Ma’ani ini, dari segi pengertian, bagian-bagiannya, dan beberapa contoh yang tidak jauh berbeda dengan Ilmu Balaghah dan cabang ilmu lainnya (Ilmu Bayan dan Ilmu Badi’).




[1] Khamim, Ahmad Subakir. Ilmu Balaghah, Kediri : STAIN Kediri Press. 2009. Hlm 16-17.
[2] Khamim, Ahmad Subakir. Ilmu Balaghah, Kediri : STAIN Kediri Press. 2009. Hlm 17-20.
[3] Khamim, Ahmad Subakir. Ilmu Balaghah, Kediri : STAIN Kediri Press. 2009. Hlm 20-22.
[4] Khamim, Ahmad Subakir. Ilmu Balaghah, Kediri : STAIN Kediri Press. 2009. Hlm 22-27.
[5] Ahmad Hasyimi. Jawâhir al-Balâghah.Beirut : Dâr al-Fikri. 1994. hlm.6.
[6] Khamim, Ahmad Subakir. Ilmu Balaghah, Kediri : STAIN Kediri Press. 2009. Hlm 27-28.



0 comments:

Post a Comment